Kamis, 25 Januari 2018

PERJALANAN HAKIKI



Peringatan:
Tulisan ini bukan untuk non muslim, dan bukan untuk orang yang merasa pandai, jika engkau salah satunya, harap engkau segera meninggalkan tulisan ini, supaya tidak merasa dihinakan atau dilecehkan.
Fungsi Agama
Fungsi agama bagi kebanyakan manusia akhir zaman tidak lebih dari pelengkap status bagi kehidupannya dihadapan manusia yang lainnya, hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap makna agama yang sebenarnya.
Celakanya mereka menganggap diri mereka memahami makna agama dan merasa telah menjalankan agamanya dengan baik, apabila disampaikan kepada mereka tentang kenyataan keadaan mereka yang sebenarnya belum beriman, sedikit sekali yang menerimanya, kebanyakan menjadi marah dan tersinggung bahkan merasa dihina atau dilecehkan oleh yang memberi peringatan itu.
Maka kejadian demi kejadian seperti yang diceritakan dalam Kitabullah senantiasa berulang dari zaman ke zaman, mereka menganggap kejadian itu usang dan sama sekali tidak sudi mengambil hikmah dari apa-apa yang dikhabarkan dalam Kitabullah tentang keadaan mereka, mereka tidak sadar dan tidak sudi mengakui diri mereka sesungguhnya termasuk dalam golongan yang ingkar seperti yang diceritakan dalam Kitabullah itu, bahkan mereka merasa diri mereka termasuk golongan orang yang beriman, padahal mereka mengekalkan maksiat zahir dan maksiat bathin yang merupakan dosa yang teramat besar.
Mereka sebahagian ada yang hafidz Kitabullah dan hafidz hanya setengah Sunnah Rasul mengikuti sanad yang sahih, yakni yang dihasilkan dari mempelajari sendiri namun kebanyakan mereka tiada memahami makna apa-apa yang terkandung dalam setiap ayat yang dihapalnya itu, mereka hanya memfahamkan sekedar zahir ayat yang disesuaikan akal-akalan dengan nafsu duniawi mereka sehingga Ayat-ayat suci itu hanya menjadi selimut dan perisai bagi kepuasan nafsu mereka.
Apabila ada yang memperingati mereka akan kesalahan mereka maka mereka mengeluarkan dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul yang mereka anggap sesuai dengan kelakuan mereka, padahal dalil-dalil itu jauh dari seperti yang mereka duga, dan pemahaman mereka itu semata-mata hanya akal-akalan dan tipudaya nafsu yang sesuai dengan kepuasan nafsu mereka saja, dan yang demikian itu adalah prasangkaan mereka saja, keyakinan yang sesat dan menyesatkan, sedangkan mereka tiada menyadari kesalahan mereka itu, tetapi mereka tetap keras menolak dan tiada sudi diingatkan.
Mereka merasa disalahkan, merasa dihina, merasa disaingi, bahkan menuduh pemberi peringatan itulah yang sesat dan menyesatkan, sungguh kesombongan mereka telah membutakan dan memekakan penglihat dan pendengaran mereka, inilah yang dijelaskan dalam Kitabullah tentang kejadian berulang-ulang hingga akhir zaman.
Ketahuilah, mustahil ada perselisihan dan perpecahan akibat perseteruan dalam masalah Yang Haq, adapun permusuhan dan perselisihan itu semata-mata disebabkan permasalahan dunia saja, berikut dua hal pada Nafsu Duniawi yang menjadi sebab segala perselisihan dan segala permusuhan:
1. Kehormatan / Kemuliaan Dunia (Urusan Syahwat)
2. Harta (Urusan Perut)
Demikianlah, apabila diperingati tentang jalan akhirat, maka mereka menolaknya dan balik menyerang pemberi peringatan itu dengan Ayat-ayat yang difahamkannya menuruti Nafsu Duniawi semata.
Pemberi peringatan adalah pewaris akhlak mulia dan pewaris ilmu para Nabi dan Rasul Allah, yakni Ahlizikr yang Mukhlishin, Firman Allah:
”Tanyakanlah kepada Ahlizikr, jika engkau tiada mengetahui,”
”Iblis berkata: ”Yaa Tuhanku, lantaran Engkau telah menyesatkan aku, maka aku akan menggoda mereka didunia ini dan akan aku sesatkan mereka sekalian, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlishin,” Allah berfirman: ”Inilah jalan-Ku, suatu jalan yang lurus (satu-satunya) bagimu”
Pemberi peringatan meninggalkan segala perselisihan dan segala permusuhan dengan tiada amarah ataupun sakit hati didalam dirinya atas penolakan mereka, walaupun ia tiada pernah bosan untuk memperingati saudara-saudaranya yang muslim yang telah tersesat itu secara keras dan tegas tanpa takut akan dikucilkan atau dijauhi oleh kebanyakan orang-orang ingkar dan munafik.
Akan tetapi ia wajib meninggalkan mereka yang hatinya membatu dan tiada sudi diperingati, dikarenakan perintah Allah semata, yakni meninggalkan perselisihan dan permusuhan, sedangkan urusan keimanan mereka yang ingkar, ia serahkan kembali kepada Zat Yang Menjadikan segala sesuatu dengan senantiasa mendoakan mereka untuk kembali kepada-Nya.
Tetapi kepada mereka yang menghalangi, memperdaya dan memerangi agama Allah karena kebencian mereka terhadap agama Allah, maka ia wajib memerangi mereka itu sesuai dengan kadar keadaan dan kemampuannya.
Adapun pengertian agama secara lughah adalah jalan atau cara dalam mendapatkan tujuan yang hakiki pada diri yang hidup hatinya.
Ketahuilah, yang menjadi perbedaan dalam pandangan manusia mengenai agama Islam bukanlah pada ajarannya, namun semata-mata berbeda pandangan dalam tujuan yang hakiki pada diri, inilah sebab betapa banyak perbedaan dalam kehidupan beragama (bergolongan-golongan), contoh dalam satu keluarga, antara beberapa saudara kandung, bahkan kembar sekalipun akan terdapat perbedaan tujuan.
Maka
Tujuan Yang Hakiki
Pada diri inilah yang musti diluruskan dan disucikan sehingga selaras dengan ajaran dalam agamannya.
Firman Alah:
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan barang diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang Hakiki (Haq/benar) dengan waktu yang telah ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan diantara mereka benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya (QS: Ar-Ruum-8).
Ayat-ayat yang selaras dengan ayat diatas bertingkat sesuai aqal manusia:
QS: Az-Zumar-5, QS: Al-Jaatsiah-22, QS: Al-Ahqaaf-3, QS: Attaghaabun-3.
Allah menjadikan segala sesuatu tidak dengan tujuan yang sia-sia melainkan dengan tujuan yang Hakiki bagi diri yang hidup hatinya (manusia yang Dia pilih).
Maka untuk menyelaraskan tujuan diri yang nyata-nyata ingkar kepada Tuhan inilah manusia wajib mengenal dirinya sehingga mengenal tujuan dirinya yang hakiki sehingga terlepas ia dari kemunkaran dan kejahatan yang menyelimuti diri.
Dan untuk mengenal diri itu maka manusia wajib mempelajari Agama, dan mengamalkan ajaran agamanya, Ketahuilah, setelah penulis mempelajari dan mendalami seluruh agama yang ada dimuka bumi ini, mulai dari mendalami prinsip-prinsip ketunggalan Trinitas dari ahlinya yang seolah benar padahal menyesatkan, hingga mendalami prinsip-prinsip dasar veda (dalam khasanah dharma) dari ahlinya yang tertipu oleh kehambaan yang semu dan zindiq sehingga menafikan dirinya dijadikan Zat Pencipta tanpa mereka menyadarinya.
Maka tiadalah agama yang sempurna dan Hakiki (benar) melainkan Agama Tauhid (ISLAM). Dan ini tegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan (khabar) untuk kamu agam   amu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-redlai Islam itu jadi agama bagimu.QS: Al-Maaidah-3).
Setelah hari dimana khabar ini diturunkan oleh Zat Pencipta segala sesuatu kepada manusia, maka tidak ada lagi agama yang sah dihadapan-Nya melainkan ISLAM.
Berikut adalah ayat-ayat yang menegaskan ayat diatas: QS: Al-Baqarah-132, QS: AliImran-19, QS: AliImran-83, QS: AliImran-85, QS: Al-Anbiya-92, QS: Al-Muminuun-52,.
Didalam Agama ISLAM ada beberapa hal yang wajib dikerjakan sebelum dapat menjadi MUSLIM:
1. Mencari Ahli Ilmu (ahlizikr yg mukhlishin) dan berlajar kepadanya, sebab orang inilah yang disebut   pemberi peringatan atau ahli Kitabullah yang juga Ahlussunnah Rasulullah SAW.
2. Mengamalkan ilmu yang dipelajari sekedar yang difahami aqalnya.
3. Tidak mencampurkan antara tujuan yang Hakiki dengan tujuan Nafsu Syahwatnya.
Sebelum melaksanakan ini maka belumlah sah dikatakan muslim, walaupun ia mengaku islam dan bahkan walau hafal Al-Quraan dan Hafal Al-Hadits sekalipun, sebab pemahaman mereka tiada menembusi tenggorokan, yakni mereka sekedar hafidz saja namun tiada memahami makna yang Hakiki dan tidak sudi menuntut ilmu untuk memahaminya, bahkan menuduh pemberi peringatan itu mengada-ada dikarenakan kesombongan mereka yang merasa menjadi sesempurna-sempurnanya makhluq dimuka bumi.
Maka setakat inilah manusia diseru oleh Allah melalui pemberi peringatan untuk meng-Esakan Tuhannya dengan jalan mengikuti ajaran pemberi peringatan pewaris ilmu Rasulullah SAW nabi dan Rasul penghabisan dan melarang manusia mengikuti Hawa Nafsu syahwat syaithon.
Firman Allah:
“Hai sekalian Manusia, Sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan yang telah menciptakan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (QS: Al-Baqarah-21)
Ayat-ayat yang selaras dengan ayat diatas bertingkat sesuai aqal manusia: QS: Al-Baqarah-168, QS: An-Nisaa-1, QS: An-Nisaa-174, QS: Al-ARaaf-31, QS: Al-ARaaf-35, QS: Al-ARaaf-158, QS: Yunus-23, QS: Yunus-57, QS: Yunus-104, QS: Yunus-108, QS: Al-Hajj-1, QS: Al-Hajj-5, QS: Al-Hajj-49, QS: Al-Hajj-73.
Apabila telah sampai ia pada menuntut Ilmu Agama Islam dengan belajar mengikuti ahli waris Nabi dan Rasul (warisatul-anbiya), maka wajib ia mengerjakan amalan syariat yang disyaratkan dalam memeluk Agama Islam sekedar yang difahaminya (Taklid dahulu) dan terus mempelajari sungguh-sungguh ajaran Agama Islam hingga akhir hayatnya.
Bermula manusia mengingkari tujuan hakiki yang diamanahkan bagi dirinya, dan mengingkari adanya kewajiban bagi dirinya terhadap segala sesuatu yang diciptakan meliputi dirinya, langit dan bumi dan barang diantara keduanya.
Ketahui olehmu bahwa tiadalah beriman engkau kepada Tuhanmu sebesar zarrah sekalipun apabila tiada mengetahui tujuanmu yang hakiki, Jawablah didalam hatimu dan engkau akan menyaksikan keadaan dirimu yang sebenarnya.
1. Siapa engkau?
2. Dari mana asalmu?
3. Dimana engkau sekarang?
4. Untuk apa engkau disini?
5. Hendak kemana engkau setelah mati?
6. Kejadian apa yang engkau inginkan sekarang?
7. Kejadian apa harapanmu setelah engkau mati?
8. Kejadian apa yang engkau takuti setelah mati?
9. Adakah kehidupan bagimu setelah engkau mati?
Renungkanlah dan jawablah didalam hatimu!
Cukuplah engkau dan Tuhanmu yang mengetahui jawabanmu, sebab Dia-lah Yang Menentukan segala kejadian itu bagimu.
Lihatlah dirimu! Jika engkau tidak percaya ada kehidupan bagimu setelah engkau mati, tanda bagimu nyata-nyata engkau tidak percaya akan adanya Tuhanmu Yang Menentukan Setiap Kejadian Bagimu sekehendak-Nya, maka tak ada harapan bagimu untuk mengetahui Tujuan Hakiki Bagi Diri, walau engkau mengaku beragama dan menghafal seribu kitab suci sekalipun, sesungguhnya hal itu sia-sia bagimu, sebab engkau hidup semata-mata demi memuaskan tujuan Nafsu dan Syahwatmu yang jauh dari Tujuan Hakiki Bagi Diri, inilah penyangkalan yang terbesar dalam beragama.
Lihatlah ketika engkau tidak dapat menjawab satu saja dari pertanyaan itu, maka itulah tanda engkau Zon atau Waham (Ragu-ragu).
Lihatlah dirimu! Ketika engkau ragu-ragu maka engkau berada pada antara percaya dan tidak, bila setengah percaya dan setengah tidak maka disebut Syak, bila seperempat percaya dan tigaperempat tidak percaya maka disebut Waham, bila tigaperempat percaya dan seperempat tidak percaya disebut Zon.
Keadaan ini menunjukan engkau tidak lebih seperti heiwan yang tidak beraqal, sebab engkau memandang nyata (hakiki) pada segala sesuatu yang engkau saksikan (materi, perasaan dan khayalan).
Bacalah, QS: Al-Anaam-2, QS: Al-Hajj-62
Bila keadaan ini nyata ada pada dirimu, maka engkau tiada mengetahui sama sekali Tujuan Hakiki Bagi Dirimu, dan engkau terjerumus dalam kesesatan yang nyata namun engkau tiada menyadarinya.
QS: Al-Fatehah-6/7
Syahdan, minimal 17 (tujuh belas) kali sehari engkau wajib meminta kepada Allah ditunjukan jalan yang lurus, yaitu seperti jalan orang-orang yang telah Allah anugerahi nimat, inilah jalan orang-orang yang mengetahui tujuan hakiki bagi dirinya, seperti jalan para rasul dan anbiya yang Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas mereka, dan Allah menjaganya.
Dan engkau wajib meminta dijauhkan/dihindarkan dari seperti jalan orang-orang yang dimurkai Allah, yakni orang-orang yang tuli, bisu dan buta terhadap tujuan hakiki bagi dirinya, mereka bodoh dan tidak menyadari dirinya bodoh, bahkan walaupun mereka hafal Kitabullah dan Sunnah Rasul, tetapi tiada menembusi tenggorokan, merasa pandai dan merasa menjadi sesempurna-sempurnanya makhluq dimuka bumi, mereka tidak sudi menerima pengajaran yang Haq, inilah yang terjadi pada kaum nasara dan yahudi.
Lihatlah QS: Al-Baqarah-18.
Dan engkau wajib meminta dijauhkan/dihindarkan dari seperti jalan orang-orang yang anugerahi ilmu namun sesat, yakni orang-orang yang mengetahui sedikit hakikat dirinya dan hakikat Tuhannya namun pengetahuan itu dipergunakan nafsu-syahwatnya bagi menyelimuti pengingkaran diri mereka terhadap mengakui Tuhannya Yang Esa, sedang mereka tiada menyadari, inilah yang terjadi pada kaum yang menganut hindu, budha, aliran kepercayaan, ahli filsuf dan kejawen. Tanda pada mereka adalah penyangkalan terhadap syariat.
Tamsil: Mereka dianugerahi kendaraan (Jasad), tetapi tiada menggunakan kendaraannya itu untuk tujuan hakiki bagi dirinya.
Bacalah QS: Al-Baqarah-256, QS: An Nissa-44, QS: An Nissa-143.
Maka janganlah engkau mengikut kebanyakan orang dimuka bumi ini, sesungguhnya mereka menyesatkanmu padahal dirimu dan diri mereka tiada menyadari sekali-kali, sesat dan menyesatkan.
Ketahuilah, setelah sampai kepadamu, maka hanya jalan Muhammad-lah yang Redla Allah kepadanya. Bacalah QS: Al-An-aam-116.
Engkau dianugerahi kendaraan didunia ini lengkap dengan segala kebutuhanmu pada tujuan hakiki bagi dirimu, dengan kendaraan inilah engkau dapat menyaksikan segala pengajaran Tuhanmu melalui apa-apa yang dijadikan-Nya didunia ini.
Firman Alah:
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan barang diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang Hakiki (Haq/benar) dengan waktu yang telah ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan diantara mereka benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya  (QS: Ar-Ruum-8).
Mereka benar-benar mendapatkan bukti-bukti kekuasaan Tuhanmu atas diri mereka, namun meraka kebanyakan mengingkarinya.
Wahai manusia, janganlah engkau mencampuri urusan Tuhanmu, apabila engkau yakin dengan jalanmu, maka tetaplah pada jalanmu, jangan mencampuri perjalanan yang bukan jalanmu.
Jika engkau mendatangi jalan yang bukan jalanmu, lalu engkau dengar tentang kecelaan jalanmu, janganlah engkau menuruti amarahmu, ketahuilah, jalan Yang Haq akan kekal dalam keadaan Haq, tidak akan pernah berubah menjadi batil/salah, bila engkau sangka jalanmu yang Haq akan berubah menjadi batil akibat perkataan seseorang pada jalan yang berbeda dengan jalanmu, maka sesungguhnya engkau ragu-ragu terhadap kebenaran jalanmu.
Sabarlah, sesungguhnya Tuhanmu akan menuntunmu pada jalan yang Haq, apabila engkau bersabar dalam urusan Tuhanmu.
Ketahui olehmu, tidak sekali-kali yang engkau prasangkakan itu, tidak ada sesuatu yang nyata melainkan Zat Yang Menjadikan Dirimu dan Yang Menjadikan apa-apa yang engkau saksikan meliputi dirimu dan langit dan bumi dan barang diantara keduanya, Dia Kuasa atas dirimu dan Dia-lah penentu Kebenaran Hakiki (Kenyataan).
Dan sesungguhnya khabar ini khusus semata-mata bagi yang hidup segala khawasnya yang lima (Penglihat, Pendengar, Pencium, Perasa Lidah dan Penjabat Luar dalam) yang semata-mata berkehendak pada jalan meng-Esa-kan Zat Yang Sempurna.
Sungguh khabar ini bukan untuk kaum yang telah membatu hatinya, mereka terkurung oleh kebodohan dan kesombongan mereka, mereka memandang nyata pada apa-apa yang mereka saksikan pada khawasnya yang lima, tiada sekali-kali yang demikian itu menjadi petunjuk untuk memandang Zat Yang Menjadikan Segala sesuatu, melainkan semata-mata untuk kepuasan duniawi mereka, yang haus akan kehormatan, kemenangan dan kekenyangan perut mereka. Mereka adalah heiwan berbentuk manusia, sulit untuk diperingati. disebut Pandai namun tiada dapat diikuti (sebab Batil), Bodoh tiada dapat diperingati (sebab merasa Pandai).
Apabila engkau berjumpa dengan kaum itu, maka jangan engkau pedulikan mereka, tetapi bila mereka terus-menerus mengganggu perjalananmu (memerangi kamu) maka tiga hal yang musti engkau ketahui sebelum engkau berjihad.
  1. Jika engkau sultan, Peringati mereka dengan Pedang.
  2. Jika engkau ulama, Taatlah kepada sultan, jika tidak ada perintah sultan, Peringati mereka dengan Lidahmu.
  3. Jika engkau muslim awwam, Taatlah kepada sultan, jika tidak ada perintah sultan, tinggalkan mereka, berdoalah kepada Allah supaya engkau tidak dijadikan seperti mereka, sesungguhnya Allah menjadikan mereka semata-mata supaya engkau mengetahui dan membedakan Yang Haq dengan yang batil.
Lihat: QS: AliImran-85, QS: Al-Ankabuut-46, Al-Baqarah-190-191, QS: Al-Mumtahanah-9, QS: Al-Hajj-39, Al-Baqarah-216, QS: AliImran-111, QS: An-Nisaa-76, QS: At-Taubah-14 dan QS: Al-Maa-idah-54.
Bab – Pembukaan
Pembukaan ilmu pada jalan untuk mengetahui Tujuan Hakiki Bagi diri dialam duniawi ini adalah mengenal diri, sesungguhnya didalam dunia yang fana (sementara) ini diri dianugerahi Wastah (alat) atau Mujazi (sandaran) yang dimaksudkan semata-mata untuk meng-Esa-kan Zat Yang Menjadikan diri dan Yang menjadikan wastah meliputi khabar yang ada pada diri didalam semesta alam ini yang hakikatnya tidak lain daripada diri, yakni:
  1. Jasad/Tubuh yang berupa Khawas yang lima (pendengar, penglihat, pencium, perasa lidah dan penjabat luar/dalam), inilah alat bagi diri untuk menyaksikan tanda-tanda ke-Esa-an Tuhannya didalam dunia, terkadang disebut kendaraan diri.
  2. Khabar Muttawatir (Kitabullah dan Sunnah Rasul) yang disampaikan turun menurun melalui lidah Rasulullah, Sahabat, Tabiiin, Tabii-ittabiiin, Ulama Al-Muttakadimin, Ulama Al-Mutta-akhirin dan seterusnya hingga sampai pada kita dan Khabar Muttawatir yang merupakan hikmah bagi aqal pada segala kejadian yang ada pada diri dari awal hingga akhir kejadian diri.
  3. Aqal, yakni diri yang latief (halus/ghaib) yang berkehendak pada mengetahui hakikat ada atau tiadanya sesuatu.
Khawas
Wastah (alat) yang pertama pada jalan untuk mengetahui tujuan hakiki bagi diri adalah khawas, khawas adalah beberapa sandaran bagi diri untuk menyaksikan tanda-tanda ke-Esa-an Zat Yang Menjadikan segala sesuatu yang ada pada diri meliputi diri dan apa-apa yang disaksikannya, artinya Allah memperlihatkan tanda-tanda Kekuasaan-Nya Yang Esa kepada hamba-Nya melalui penyaksian hamba-Nya yang ditamsilkan sebagai perbuatan hamba-Nya yang merupakan sandaran bagi Perbuatan-Nya.
Firman Allah:
Dan Allah Yang Menjadikan dirimu dan apa yang kamu perbuat. (QS: Ash-Shaaffaat-96).
Katakanlah: Dialah Yang menciptakan kamu dan Yang menjadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati, amat sedikit kamu bersyukur (QS: Al-Mulk-23).
Penyaksian diri inilah disebut dengan Khawas, adapun khawas itu dibagi pada 5 perkara:
  1. Berkehendak pada menyaksikan khabar tentang bentuk, warna, gelap dan terang pada alam, maka diri disebut Penglihat, sandaran wastahnya adalah mata yang berlazim dengan cahaya (api).
  2. Berkehendak pada menyaksikan khabar tentang suara-suara pada alam, maka diri disebut Pendengar, sandaran wastahnya adalah telinga yang berlazim dengan udara.
  3. Berkehendak pada menyaksikan khabar tentang bau-bauan dan harum-haruman pada alam, maka diri disebut Pencium, sandaran wastah pada jasadnya adalah hidung yang berlazim dengan udara.
  4. Berkehendak pada menyaksikan khabar tentang rasa pada makanan, minuman dan lainnya pada alam, maka disebutlah Perasa Lidah, sandaran wastah pada jasadnya adalah lidah yang berlazim dengan tanah, air dan udara.
  5. Berkehendak pada menyaksikan khabar tentang rasa pada sekalian badan, maka diri disebut Penjabat, sandaran wastah pada jasadnya adalah hati dan sekalian badan yang berlazim dengan api, tanah, air dan udara.
Ada khabar yang tidak dapat ditangkap dengan wastah yang satu, tetapi dapat ditangkap dengan wastah yang lain, sehingga khabar itu sampailah pada diri lengkap sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Ketahui olehmu, Setiap Khabar yang engkau saksikan melalui wastah pada anggotamu adalah AMANAH yang engkau tanggung dari Tuhanmu untuk selalu meng-Esa-kan Dia setiap saat, ketika engkau berada pada alam rahim, engkau telah berjanji kepada Tuhanmu untuk meng-Esa-kan Dia pada setiap wastah sandaran untuk engkau dalam menyaksikan setiap jenis masing-masing khabar, apabila ada salah satu saja yang engkau menolaknya atau tiada sanggup untuk menanggung amanah itu, maka engkau diuzurkan dari menanggung amanah itu dengan terlahir atau terjadi sesuatu sebelum engkau aqil baligh pada salah satu wastah didalam jasadmu sehingga engkau cacat.
Sesungguhnya yang demikian itu karena Allah Lebih Mengetahui dengan Segala Rencana-Nya bagimu.
Maka, yang menyaksikan segala sesuatu itu adalah semata-mata DIRI, bukan jasad atau badan, sebab jasad atau badan hanyalah wastah (alat) atau sandaran bagi diri untuk menyaksikan tanda-tanda ke-Esa-an Allah, dan tidak sekali-kali jasadmu ataupun wastah yang ada pada sekalian badanmu itu menanggung AMANAH di yaumil akhir, DIRI itulah satu-satunya yang menanggung AMANAH itu, sebab ketika itu sekalian khawas pada Jasadmu itu telah terpisah dari DIRI, mereka akan dikuburkan dan menjadi tanah kembali hingga binasa, dan DIRI kembali ke tempat asalnya dalam keadaan KEKAL (dikekalkan oleh Zat Yang Kekal) untuk mempertanggung jawabkan AMANAH yang ditanggungnya, inilah sehingga-hingga huraian KHAWAS, selebihnya adalah Rahasia Tuhanmu.
Firman Allah:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, kamu sedikit sekali bersyukur (QS: As-Sadjah-9).
Baca Juga, QS: An-Nahl-78, QS:Al-Isra-36, QS: Al-Muminuun-78, QS: Fush shilat-22 dan banyak lagi.
Lihatlah dirimu! Apabila engkau tiada mengetahui sedikit tentang ini, maka ketika engkau mengaku ISLAM dan mengikrarkan Syahadat (kalimat Tauhid):
Asyhadu!!
(Aku ber Saksi!!)
adalah merupakan kebohongan yang nyata-nyata MUNAFIQ disebabkan engkau tiada mengenal DIRI-mu dan tiada sudi menuntut ilmu tentang hal ini dari Rasulullah MUHAMMAD SAW, sehingga setiap detik engkau Khianat pada apa-apa yang di amanahkan kepadamu, engkau senantiasa DUSTA dan engkau tiada menepati janjimu.
Bacalah Surrah Al-Munaafiquun, itulah nyata-nyata keadaanmu yang sekarang.
Dan ingatlah janji Allah:
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan Allah) (QS: Al-Baqarah-18).
Sehingga apabila sampai mereka ke Neraka, Pendengaran, Penglihatan dan Kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang yang mereka kerjakan.(QS: Fush shilat-20).
Khabar Muttawatir
Hakikat khabar muttawatir adalah Kalam Allah Yang Suci, Tiada berhuruf dan tiada bersuara, menghujam kepada diri sehingga diri menjadi yakin dengan jazam (putus) tiada syak, waham ataupun zon, tergantung kemana arah tujuan diri membawa makna khabar itu.
Mustahil ada khabar yang cedera atau bercampur dengan kebatilan, sesungguhnya Allah menganugerahkan khabar dengan Sempurna dan Haq (benar) kepada diri melalui sandaran segala kejadian pada diri, namun sungguh kebanyakan diri tiada mengetahui, diri cenderung mengambil makna sekehendak nafsu dan syahwatnya.
“Ini (Segala Khabar dari Allah) adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Esa, dan supaya orang-orang yang beraqal mengambil pelajaran” (QS: Ibrahim-52).
Sesungguhnya yang Haq itu adalah Allah Yang Kamalat (Sempurna), dan yang batil itu adalah semata-mata prasangka yang timbul dari manusia akibat dipengaruhi oleh kebutuhan jasad yang cenderung kepada kebutuhan duniawi (Nafsu dan Syahwat) yang merupakan rumah iblis didunia. Dan sesuatu yang batil itu pasti lenyap.
baca QS: Al-Israa-81, QS: Al-Anbiya-18, QS: Al-Hajj-62, QS: Al-Ankabuut-52, QS: Luqman-30, QS: Saba-49, QS: Muhammad-3, QS: Fush shilat-42, QS: Yunus-66, QS: Fush shilat-23
Maka khabar muttawatir yang dibahas pada rubu ini adalah khabar muttawatir yang sejalan dengan pengakuan dan penyaksian terhadap sandaran ajaran Rasulullah SAW dari seorang hamba kepada Tuhannya sesuai dengan tali ilmu mulai dari dirinya yang mendapatkan pengajaran dari seikhnya, seikhnya mendapat pengajaran dari seikhnya dan seterusnya hingga kepada tabii-ittabiiin yang mendapatkan pengajaran tabiiin, dan tabiiin mendapatkan pengajaran dari Sahabat, dan Sahabat mendapat pengajaran dari Rasulullah SAW, dan Rasul SAW mendapatkan pengajaran dari Jibril hingga kepada Allah.
Begitulah sandaran pengajaran yang sah secara syariat Islam yang berlaku hanya di dunia sahaja.
  1. Khabar Muttawatir yang datang (sandaran) dari lidah Rasul (Kitabullah dan Sunnah Rasul).
  2. Khabar Muttawatir yang datang (sandaran) dari lidah orang-orang banyak (yang sesuai dengan tali ilmu warisan Rasulullah SAW).
Pada hakikatnya Allah SWT jua yang mengajarkan langsung kepada diri yang hidup hatinya, namun hal ini haram sekali-kali dizahirkan pada lidah, melainkan cukup mentasdiq (menjazamkan keyakinan) didalam hati sahaja, barang siapa yang menzahirkan keadaan ini, lebih-lebih apabila mengaku mendapat ilham atau wahyu, maka halal darahnya ditumpahkan, ketahui olehmu, bahwa keimanan seseorang adalah hal yang ghaib, dan tiada seorangpun dimuka bumi ini yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah dan diantara Rasul pilihan-Nya.
Baca: QS: Ali-Imran-179
Maka Rahasiakanlah apabila terjadi sesuatu padamu yang diluar kebiasaan yang engkau takjub dan bertambah kuat keimananmu terhadap-Nya, sesungguhnya itu adalah kasih sayang Allah terhadapmu, ketahui olehmu, bahkan Rasulullah dilarang menzahirkan hal ini apabila menjadikan kecenderungan ummatnya mempertuhankan beliau SAW, terkecuali apabila hal ini menjadi pengajaran bagi beliau dan ummatnya, Baca: QS: Ali-Imran-44, QS: Al-Anaam-50, Al-ARaaf-188.
Inilah kesempurnaan Mujizat Al-Quraan yang diberikan bagi mukminin dan mukminat, yakni rahasia ilmu yang terhujam kepada mereka tentang diri mereka dan Tuhannya, yang tiada sanggup mereka membicarakannya, sungguh kelu lidah untuk mengucapkannya, dan yang demikian itu semata-mata mereka bermesraan dengan kelezatan iman yang jazam 100% terhadap Yang Menjadikan mereka, baca QS: Yunus-20.
Muslimin, inilah sehingga-hingga kesempurnaan syariat yang membedakan antara engkau dengan pengikut Ahli-Kitab yang tersesat dan kebanyakan orang dimuka bumi, sesungguhnya ahli-Kitab yang tersesat mencampurkan antara yang haq dengan yang bathil, padahal mereka mengetahui, namun mereka menyembunyikan yang haq, baca QS: Al-Baqarah-42, QS: Ali Imran- 71, dan kebanyakan manusia dimuka bumi pada hakikatnya menduga-duga dan berdusta, mereka sama sekali tidak mengetahui, baca QS: Al-Anaam-116, Ingatlah! apabila mereka mengajarkan keyakinan mereka yang sesat kepadamu, sesungguhnya akan menyesatkanmu
HUKUM AQAL
Pengertian Aqal adalah suatu hukum yang menetapkan akan ADA atau TIADA sesuatu.
Maka Aqal ini adalah salah satu sebutan (nama) pada perbuatan AMANAH yang dipikulkan oleh Allah kepada diri-mu (Jika engkau manusia).
Tentang AMANAH yang tersebut adalah sesuatu yang ghaib yang nyata-nyata ada pada diri-mu, Insya Allah akan dihuraikan lain waktu jika ada kesempatan pada rubu khusus tentang Rahasia Ketuhanan (Latifatu Rabbaniyah) yang diamanatkan oleh Allah kepada diri-mu, sebab Rahasia maka tidak akan disampaikan secara umum, melainkan khusus kepada orang yang percaya dan berkehendak mengetahui (Salikin / Orang Muslim yang berkehendak mengetahui jalan akhirat).
Maka perbuatan yang disebut Aqal ini adalah dua jenis:
1. Aqal Nadzari, yakni Aqal yang berkehendak kepada dalil dan keterangan.
Perumpamaan: Engkau mengetahui (menyaksikan/meyakini) bahwa ada harimau malam tadi dipekarangan rumahmu. Bermula ketika ada orang yang memberitahukannya kepadamu bahwa ia mendengar suara harimau (Keterangan), lalu engkau pergi kepekarangan rumahmu dan ketika engkau mendapati tapak jejak bekas kaki harimau (dalil), maka engkau percaya (menyaksikan) bahwa tadi malam ada harimau.
2. Aqal Dhlururi, yakni aqal yang tiada berkehendak kepada dalil dan keterangan.
Perumpamaan: Engkau menyaksikan kebenaran peristiwa isra-miraj yang dikhabarkan oleh Rasulullah SAW, Bermula engkau percaya kepada Allah dan percaya kepada Rasul-Nya, maka apapun yang dikhabarkan kepadamu dari Rasulullah, engkau langsung percaya (menyaksikan), engkau mengharamkan dirimu dari mencari dalil dan keterangan yang jelas-jelas tiada sanggup engkau memikirkan perbuatan Tuhanmu, maka engkau mendapatkan perasaan iman yang bertambah kepada Tuhanmu yang Kuasa atas segala sesuatu.
HUKUM AQAL
Adapun hukum aqal itu dibahagi tiga perkara:
  1. Wajib Aqal, yakni Sesuatu yang tidak diterima oleh aqal akan tiada-Nya, maka Wajib Ada-Nya.
  2. Mustahil Aqal, yakni Sesuatu yang tidak diterima oleh aqal akan ada-nya, maka Mustahil ada-nya.
  3. Harus (Jaiz) Aqal, yakni sesuatu yang diterima oleh aqal akan ada-nya dan tiada-nya.
Perumpamaan: Bila engkau meyakini sesuatu itu ada disebabkan engkau menyaksikannya, maka aqal akan mempertanyakan dari mana asal kejadiannya, dan bagaimana jika tidak dijadikan? Ketika engkau yakin sesuatu itu ada karena diadakan, maka aqal-mu yakin bahwa Harus (Jaiz) ada-nya sesuatu itu, sebab bila sesuatu itu tidak dijadikan atau dibinasakan, maka sesuatu itu jadi tidak ada.
Ketika engkau mempertanyakan bagaimana ke-ada-an Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu, maka engkau meyakini bahwa Zat Yang Menjadikan itu tidak terjadi oleh karena sesuatu sebab, yakni:
  1. Tidak dijadikan oleh sesuatu.
  2. Tidak menjadikan dirinya-Nya sendiri.
  3. Tidak terjadi dengan sedirinya (tidak begitu saja terjadi)
  4. Tidak berjadi-jadian, misalnya si A menjadikan si B lalu si B menjadikan si A.
Karena engkau memandang Ada Zat Yang menjadikan segala sesuatu yang Harus (jaiz) yang engkau saksikan di semesta alam ini dan Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu Ada-Nya tidak karena oleh sesuatu sebab, maka aqal-mu yakin bahwa Wajib Ada-Nya Zat itu, Sesungguhnya Zat itulah yang engkau sebut Tuhan-mu.
Karena engkau memandang Ada Zat Yang menjadikan segala sesuatu yang Harus (jaiz) yang engkau saksikan di semesta alam ini dan Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu Ada-Nya tidak karena oleh sesuatu sebab, maka aqal-mu yakin bahwa Mustahil Ada kekurangan (Ketidak sempurnaan) pada-Nya.
Inilah awal mula ilmu (pendahuluan) untuk engkau kembali kepada mengetahui tujuan yang hakiki bagi diri-mu, barulah aqal-mu mempercayai dan meyakini ketika dikatakan orang kepadamu bahwa Allah itu Wujud (Ada), Qidam (Sedia/Tiada awal), Baqa (Kekal/Tiada akhir), Mukhalafatuhu lil hawadits (Berbeda dengan sesuatu yang jaiz), Qiyamu bi Nafsihi (Berdiri sendiri/Tidak memerlukan bantuan sesuatu apapun pada menjadikan ciptaan-Nya, bahkan segala sesuatu apapun itu Dia Yang Menciptakan) dan Esa (Tiada bersusun-susun, tiada bercerai-cerai dan tiada berbilang-bilang).
Dan barang siapa yang tiada memiliki pengetahuan terhadap hal ini adalah binatang, jika manusia maka manusia itu adalah Kafirun dan munafiqun.
Orang yang awwam dan segala heiwan yang hidup memakai nyawa menyangka bahwa segala sesuatu yang disaksikan adalah nyata, sebab inilah mereka disebut belum ber-aqal atau kurang aqal, dan cenderung bagi anak-anak yang belum baligh ada pada keadaan ini.
Apabila ia mulai mengetahui betapa segala sesuatu yang disaksikan itu fana dan jaiz maka mulailah perjalanan perenungan-perenungan pada jalan akhirat yang disebut dengan taffakur (merenung).
ALAM
Ketahui olehmu, segala sesuatu yang disaksikan pada semesta alam ini ada 4 (empat) jenis:
  1. Jirim, yakni barang yang dapat dihitung bersamaan luar dan dalam. Misalnya: Benda padat, besi, daging, kayu, tulang, daun dan sebagainya.
  2. Jisim, yakni barang yang hidup memakai nyawa, tidak bersamaan luar dan dalam. Misalnya: Manusia dan heiwan.
  3. Jauhar farad, yakni barang yang halus, tidak dapat dibelah-belah atau dihitung. Misalnya: Asap, cahaya, udara, benda cair, debu, listrik dan lain-lain.
  4. Jauhar latief, yakni barang yang halus tidak dapat disaksikan oleh khawas yang lima namun nyata adanya bagi diri. Misalnya: Ruh, Jin, Malaikat dan Syaithon.
Maha Suci Zat Yang menjadikan segala sesuatu itu seperti salah satu dari keempat jenis alam yang tersebut diatas itu, sebab Dia Yang menjadikan segala jenis bagi alam itu.
Jirim, Jisim, jauhar Farad dan Jauhar latief itu wajib mempunyai keadaan (sifat) dengan empat keadaan:
  1. Memakai Tempat, misalnya, ada pada dunia, ada pada alam, ada pada khayal atau bayang-bayang fikiran (kenangan) dan ada didalam waktu (masa).
  2. Memakai Jihat (arah), misalnya, di utara, di selatan, di atas, di bawah, hadapan atau belakang.
  3. Bersusun-susun atau bercerai-cerai, misalnya manusia, bersusun-susun maksudnya mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, bercerai-cerai maksudnya ada manusia yang satu dan ada pula manusia yang lainnya.
  4. Memakai Arad (Sifat), Misalnya Warna, Bentuk, Rupa, Panas atau dingin, Besar atau Kecil, Gerak atau diam, Keras atau lunak, Bising atau sunyi, Harum atau bau, Asam atau Manis, Halus atau kasar dan lainnya.
Maha Suci Zat Yang menjadikan segala sesuatu itu keadaannya seperti salah satu dari keempat keadaan Alam yang tersebut diatas itu, sebab Dia Yang menjadikan keempat keadaan bagi alam itu. Ketahui olehmu, apabila engkau renungkan baik-baik, maka segala yang dijadikan oleh Allah itu keadaan zahirnya selalu berubah setiap detiknya, dan tidak akan sama dari awal hingga akhir kejadian, pasti ada saja faktor-faktor kecil yang membedakannya, untuk inilah dinamakan Baharu Alam, artinya berubah.
Maka kejadian yang telah berlalu itu tidaklah akan kembali menjadi sebuah kenyataan lagi, melainkan menjadi sebuah kenangan, ketahui olehmu, sesungguhnya tiadalah kenyataan didunia ini, melainkan prasangkaan belaka atau lebih jelasnya hidup didunia ini ibarat mimpi, untuk itulah prasangkaan memandang nyata kepada segala yang disaksikan didunia itu disebut bathil.
Kenyataan yang haq (benar) adalah saat ini, yang Berlalu adalah kenangan, yang akan datang adalah khayal atau angan-angan, Sungguh tiada kenyataan selain saat ini. Dan engkau saat ini sedang menyaksikan Afal (Perbuatan) Zat Yang Menjadikan segala sesuatu yang sedang engkau saksikan ini, Dia yang menjadikan Waktu dan segala yang terjadi pada waktu, Dia Yang menjadikan masa lalu, masa kini dan masa yang lagi pasti akan datang, yakni akhirat.
Maka inilah yang disebut permulaan menyaksikan Tiada Yang Wujud selain Zat Yang Menjadikan Segala yang engkau saksikan, Dia-lah Allah, Tuhanmu! Dia tiada berubah-ubah pada Kenyataan Yang Haq, Dia Kekal pada penyaksianmu terhadap alam ini, namun engkau khianat pada janjimu, Dusta engkau kepada-Nya, sungguh engkau adalah kaum yang merugi, sebab engkau mencampurkan adukkan Yang Haq dengan yang bathil, padahal engkau mengetahui.
Bertobatlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya semata-mata Dia-lah yang engkau hadapi, sebab segala yang engkau saksikan, termasuk ketika engkau membaca tulisan ini, tiada terlepas dari Kekuasaan-Nya, Dia-lah ALLAH yang menjadikan-mu dan meliputi segalanya ini sehingga dapat engkau saksikan.
Wallahu kholaqakum wa maa tamaluun
Dan Allah-lah yang menjadikan-mu dan apa-apa penyaksianmu (QS: Ash-Shaaffaat-96).
Katakanlah:
Aku Bersaksi! Bahwa Tiada Tuhan Yang Haq Selain Allah!!, dan aku bersaksi! Bahwa Muhammad (hati yang bersih sempurna terhadap segala yang bathil) adalah utusan Allah
HUKUM ADAT THOBI’AT
Arti adat thobiat adalah kebiasaan-kebiasaan yang terjadi pada semesta alam ini (Dalam hukum aqal disebut harus/jaiz aqal atau bisa diterima oleh aqal akan ada atau tiadanya), maka hukum adat thobiat ini berlaku hanya ketika hidup didunia saja.
\Kejadian-kejadian yang dijadikan oleh Zat Yang Kuasa dan Yang Menentukan pada alam ini saling berhubungan atau saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam keadaan tidak tetap, namun disebabkan terdapat kebiasaan-kebiasaan (Thobiat) yang berupa sebab dan akibat pada alam ini maka kebiasaan-kebiasaan (thobiat) itu cenderung dirumuskan menjadi suatu ketetapan apabila mendekati kebiasaan kejadian yang berlaku walaupun tidak bersifat tetap atau pasti , maka dinamakanlah ketetapan itu dengan nama hukum adat thobiat (kebiasaan).
Hukum Adat Thobiat ini adalah dasar dari segala hukum yang berlaku didunia ini, mulai dari hal yang sederhana hingga hal yang bersifat rumit, misalnya:
Makanan, sebab makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan.
Air, sebab minum air maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum.
Pisau tajam, sebab tajam apabila dipotongkan pada tangan maka wajib putus atau luka.
Api, sebab dibakarkan pada kayu kering maka wajib terbakar.
Kebiasaan-kebiasaan (Thobiat) ini berubah-ubah (tidak tetap), terkadang suatu kejadian yang dahulu dianggap mustahil apabila telah tiba waktunya terjadi berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, maka menjadi wajib terjadi apabila memenuhi syarat-syarat kebiasaan itu. Misalnya: Berbicara langsung dengan orang yang berada dibenua yang berbeda, dahulu mustahil, sekarang tidak mustahil lagi sebab sudah ditemukan berbagai alat komunikasi, apabila cukup syarat peralatan-peralatannya maka menjadi wajib dapat berkomunikasi dengan orang yang berada dibenua yang berbeda itu. Apabila dilakukan penelitian pada kebiasaan-kebiasaan (thobiat) alam ini, lalu ditetapkan dengan simbol-simbol dan ukuran pada faktor-faktor yang diteliti, maka akan didapat suatu rumusan yang dapat menjadi ketetapan pada suatu kejadian alam.
Sebab inilah berkembang penelitian-peneltian pada thobiat ini dari zaman ke zaman, mulai dari Matematika, Kimia, Biologi, Fisika, Sosial, Kejiwaan, hingga elektro-magnetic, yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dahsyat pada kejadian alam ini, sungguh heibat Zat Yang Menjadikan penemu dan segala sesuatu yang ditemukan itu.
Tetapi manusia-manusia yang menemukan segala sesuatu yang sudah ada dalam Kuasa Tuhan itu kebanyakan tidak bersyukur, mereka sungguh telah lupa diri dan menjadi takabur, bahkan sanggup menjadikan otak mereka sebagai tuhan-tuhan mereka, kaum itu menyangka telah menciptakan sesuatu, padahal segala hal itu sudah ada dalam Ketentuan Tuhan Semesta alam yang menjadikan mereka dan apa-apa yang mereka kerjakan tetapi mereka benar-benar ingkar akan pertemuan dengan (bukti Keheibatan dan Kekuasaan) Tuhannya. Baca QS: Ar-Ruum-8.
Sesungguhnya ada kejadian yang mustahil pada thobiat ini (kejadian diluar kebiasaan / luar biasa), dan hal ini sudah terjadi sejak dahulu, misalnya pada kejadian Ibrahim, dibakar namun tiada hangus, kejadian Ismail, leher dipotong dengan pisau tajam tetapi tiada putus ataupun luka, Tongkat nabi Musa dilempar menjadi ular dan banyak lagi. Kejadian diluar thobiat ini berlaku kepada hamba-hamba Allah, apabila berlaku pada Rasul-rasul disebut mukjizat, apabila terjadi kepada nabi-nabi disebut irhas, apabila terjadi kepada Wali-wali Allah disebut karamah dan apabila terjadi kepada Mukmin biasa yang taat disebut maunah.
Kejadian pada hamba-hamba Allah ini tiada disebabkan oleh keinginan (nafsu) mereka sendiri, melainkan mereka melakukan sesuatu yang biasa atas perintah Allah, dan Allah Menjadikan sesuatu itu sekehendak-Nya walaupun menjadi suatu kejadian yang diluar thobiat sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya bahwa Allah adalah Tuhan mereka yang Besar Kuasa-Nya dan Yang Mengetahui segala Rencana-Nya.
Kejadian diluar thobiat ini berlaku juga kepada Kafirun, mereka menyangka dengan tangan-tangan mereka sendiri dapat melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan itu.Disebut Istidraj, pada zahirnya baik tetapi itikadnya menyalahi misalnya mengobati orang, meramal (nujum), mengusir hantu dan lainnya, disebut Sauzah pada tukang sulap mata, disebut Kahanah pada tukang tenung/teluh dan disebut Sihir pada tukang sihir.
Maka pada kejadian Musa dan Firaun walaupun kejadian pada zahirnya sama-sama dapat merubah tongkat menjadi ular, tetapi itikad mereka berbeda satu dengan yang lain, yakni pengakuan terhadap Kekuasaan Rabb Zat Yang Kuasa atas segala sesuatu.
Sesungguhnya Allah memilih siapa-siapa yang dikehendaki-Nya untuk diberi petunjuk (Pengetahuan tentang hakikat hamba dan Tuhannya) atau disesatkan. Baca QS:Al-ARaaf-178, QS:Ar-Rad-33, QS:Ar-Ruum-29, QS:Az-Zumar-23, QS:Az-Zumar-36.
HUKUM SYARI’AT
Arti Syariat adalah aturan atau tatacara pada kelakuan zahir untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan didalam hati, yakni keredlaan Allah. Kelakuan zahir yang diatur dalam syariat adalah meliputi seluruh kelakuan pada gerak atau diamnya jasad, yang menghasilkan beberapa kelakuan, yakni:
  1. Perkataan, yakni menyampaikan pesan yang berupa lisan atau tulisan, tanda pada perubahan raut muka dan tanda pada perubahan anggota badan.
  2. Perbuatan, yakni melakukan suatu pekerjaan yang menyebabkan suatu hasil, berlazim dengan hukum adat thobiat.
  3. Membaca, yakni menyaksikan segala yang berlaku pada zahir dirinya dengan alat (wastah) khawas yang lima, dan mengambil ikhtibar (pelajaran) dari segala penyaksian itu berlazim dengan hukum Aqal.
Syariat adalah sarana (jalan) bagi hamba untuk berkomunikasi dengan Tuhannya melalui mujazi (dengan sandaran), yakni perbuatan (Afal) Tuhannya.
Hai Orang-orang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.  (QS: Al-Hajj-77).
Pada hakikatnya komunikasi (hubungan) dengan segala isi alam (Hablu min-annas) adalah mujazi (sandaran) penyerahan diri kepada Zat Yang Menjadikan alam (Hablu min-Allah). Maka satu-satunya jalan untuk bertawakal (menyerahkan diri) kepada Tuhan selama ada didunia setiap makhluq dituntut untuk bersyariat sesuai dengan yang telah disampaikan kepada mereka oleh Allah, Zat Yang Menjadikan mereka, melalui Rasul-rasul Allah mulai dari Adam AS. hingga Muhammad SAW.
PENGERTIAN DOSA & PAHALA
Arti dosa pada hakikatnya adalah hijab (dinding) yang menghalangi makhluq pada mengenal Tuhannya. Hijab inilah yang menjadi azab (rasa pedih) bagi makhluq setelah dibangkitkan dari kematian mereka, betapa terkejut menyaksikan kenyataan Zat Yang HAQ yang selama ini mereka ingkari, rasa pedih yang ditimpakan kepada mereka pada saat ini tiada pernah mereka dapatkan didunia.
Sungguh azab Allah diakhirat ini tiada dapat dibandingkan rasanya dengan rasa pedih duniawi, rasa pedih duniawi ada batasan rasa dan waktu tertentu, disini mereka merasakan kepedihan yang tiada tertanggungkan oleh ruh mereka, tiada batas rasa kepedihannya itu (Bermilyar-milyar kali lipat lebih pedih dari rasa terpedih duniawi) dan tiada batas waktu (tiada sembuh-sembuh), sungguh mereka kekal dalam kepedihan yang tiada tertanggungkan oleh Ruh mereka. Baca QS: Al-Ahzab-66
Arti Pahala pada hakikatnya adalah terangkatnya hijab (dinding) yang menghalangi hamba sehingga ia mengenal hakikat Tuhannya sekedar aqalnya. mereka tiada terkejut ketika sampai di akhirat, kenyataan Zat Yang Haq ini sudah mereka saksikan didunia dan kekal tiada pernah berubah.
Sungguhpun demikian mereka terkejut ketika mendapatkan kenikmatan yang tiada pernah mereka rasa didunia, sungguh Nikmat Allah diakhirat ini tiada dapat dibandingkan dengan segala rasa nikmat duniawi, rasa nikmat duniawi ada batasan rasa dan waktu tertentu, disini mereka merasakan kenikmatan yang tiada tertanggungkan oleh ruh mereka, tiada batas rasa nikmat itu (Bermilyar-milyar kali lipat lebih nikmat dari rasa ternikmat duniawi) dan tiada batas waktu (tiada pudar-pudar), sungguh mereka kekal dalam kenikmatan yang tiada tertanggungkan oleh Ruh mereka. Baca: QS: Ath-Thalaaq-12, QS: Al-Jin-12
Maka dosa dan pahala atau lazim disebut Waid (Khabar Menakutkan) dan Waad (Khabar Menggembirakan) inilah yang menjadi ukuran pada hukum syariat, bukan takut kepada dosa atau harap kepada pahala dalam ukuran duniawi, melainkan Takut dan Harap semata-mata kepada Tuhan Zat Pemilik hamba, sebab hamba yang menanggung segala rasa sekehendak Tuhannya.
HUKUM SYARA’
Hukum syariat ini dibagi dua perkara, yakni hukum taklif (tuntutan) dan hukum wudli (hantaran).
Hukum Taklif
Hukum taklif adalah suatu hukuman yang dituntut pada tiap-tiap orang islam yang baligh (cukup umur) dan beraqal, laki-laki atau perempuan. Hakikat hukum taklif adalah satu, yakni tuntutan atau perintah, namun perintah yang satu ini berdampak pada dua kelakuan bagi yang menanggung perintah, yakni mengerjakan atau meninggalkan. Allah telah menghukumkan bagi segala makhluq, taat atau melanggar perintah (suruh kerjakan dan suruh tinggalkan) itu menghasilkan dosa atau pahala.
Orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya setelah mereka mendapat luka, bagi orang-orang yang berbuat kebajikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (QS: Ali-Imran-172).
Dan siapa yang mennyimpang diantara mereka dari perintah Kami, kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala (QS: Saba-12).
Baca juga: QS: Ath-Thalaaq-8, QS: An-Nisaa-13, QS: At-Taubah-71, QS: An-Nuur-54
Hukum taklif ini dibagi menjadi lima bagian:
  1. Wajib, yaitu barang yang musti dikerjakan, jikalau ditinggalkan berdosa.
  2. Sunah, yaitu jikalau dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tiada berdosa.
  3. Haram, yaitu barang yang musti ditinggalkan, jikalau dikerjakan berdosa.
  4. Makruh, yaitu jikalau ditinggalkan berpahala dan dikerjakan tiada berdosa.
  5. Harus atau Mubah, yaitu bersamaan jikalau dikerjakan tiada berdosa dan tiada berpahala, begitu juga sebaliknya.
Hukum Wudlh’i
Hukum wudli adalah suatu hukum yang merupakan hantaran sebab-akibat terbit hukum taklif pada kejadian yang zahir (hukum adat thobiat).
Hukum wudli dibagi lima bagian:
1. Sebab
2. Syarat
3. Sah (Diterima)
4. Batal (Ditolak)
5. Mani (Dicegah)
PERUMPAMAAN
: Shalat Dzuhur
Sebab matahari sudah tergelincir maka wajib shalat dzuhur, tetapi ada syarat sebelum melakukan shalat itu, apabila sempurna segala syarat barulah sah shalatnya, jikalau tiada sempurna segala syarat maka batal shalatnya, terkadang sudah sempurna segala syarat tetapi datang mani diwaktu itu seperti datang haid bagi kaum perempuan, maka tercegahlah ia daripada mengerjakan shalat itu, jikalau dikerjakan maka jadi haram dan berdosa, karena ada mani waktu itu.
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat-gandakan pahala baginya.(QS: Ath-Thalaaq-5).
Muslim yang awam yang mengikuti Rasul dengan jalan menuntut ilmu pada ahli zikr (ahli waris ilmu Rasulullah SAW.) tetap dituntut taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya (taklid) walaupun belum mengerti atau belum beriman, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Baca QS: Al-Hujuraat-14
Nafsu dan Syahwat (rasa duniawi) mu akan tersiksa ketika engkau memenuhi tuntutan Tuhanmu, maka bersabarlah. Baca: QS: Muddatstsir-7
Barang siapa tiada menuntut ilmu dan mengikuti ahli zikr yang merupakan ahli waris ilmu dan akhlaq Rasulullah SAW, maka sesungguhnya mereka tiada mengikuti Rasul, dan mereka tiada dituntut untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya walaupun mengaku islam dan hafidz segala hukum syariat islam, sebab tiada dosa yang tiada diampuni selain syirik, sedangkan nyata-nyata mereka merasa telah berbuat sesuatu, padahal Allah-lah yang menjadikan mereka dan apa-apa yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka tiada dihisab sama sekali, melainkan langsung menjadi bara api neraka.
Hakikat makrifat (Pengenalan Diri) yang merupakan jalan bagi Agama ada tiga bagian.
Hakikat Makrifat Pada orang Awam.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan ilmu yang mufakat dengan dalil, dalilnya yaitu Kitabullah dan Assunnah yang dipelajari melalui Ahli Zikr, yakni Al-qur’aan yang hidup pada masanya.
Inilah muslim yang awam, termasuk pada golongan ini adalah ulama-ulama fuqaha, walaupun belum mulai menjalankan agama, namun sudah masuk menjalankan agama apabila ia menuntut ilmu pada seorang ahli waris ilmu dan ahlaq Rasulullah SAW serta mengamalkannya sekedar yang ia fahami secara taklid dahulu kepada ilmu yang ia fahami itu.
Hakikat Makrifat Pada orang Khawas.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan ilham ilahi yang mufakat dengan aqal dan ilmunya (Alqur’aan dan Assunnah), dalilnya yaitu pada dirinya, seperti firman Allah Ta’ala:
“Wa Fii Anfusikum, afala tubsiruun?”
“Didalam dirimu tidak kah engkau perhatikan?”
Dan lagi sabda Rasulullah SAW:
“Man Arafa Nafsahu faqad arafa rabbahu..”
“Barang siapa mengenal dirinya, niscaya mengenal Tuhannya.”
Maka inilah orang-orang mukmin yang benar-benar menjaga dirinya dengan Kasih Sayang Tuhannya dari segala maksiat bathin dan terlebih dari maksiat yang zahir.
Hakikat Makrifat Pada orang Khawas Al- Khawas.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan Kasaf Ilahi yakni tidak memerlukan dalil, sebab senantiasa ia berhadapan langsung dengan Tuhannya setiap saat, ialah Ahli Zikr, yakni Al-qur’aan yang hidup.
Ia terpelihara dari mencampur adukan perkara yang Haq dengan yang bathil, ia terpelihara dari berhasrat menzahirkan apa-apa yang menjadi rahasia dirinya dan rahasia Tuhannya, melainkan apabila Tuhannya menghendaki ia bergerak dan diam semata-mata karena Wahyu Allah Semata, tiada yang sampai kepada keadaan ini sejak awal manusia dijadikan hingga akhirnya melainkan  Muhammad SAW. Dan Allah menjanjikan keberadaan Al-Qur’aan ini hingga akhir zaman, bahkan Allah menjamin kemurnian kebenaran ajarannya.
HAJAT
Hajat atau tujuan (objective) diri dalam hidup ini adalah mengakui Allah sebagai Tuhannya, untuk dapat mencapai tujuan ini setiap diri diwajibkan mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan berlazim dengan keadaan maqam makrifat dirinya seperti yang dihuraikan pada bab Hakikat Makrifat.
Maka sah lah diri disebut ihsan, yakni diri semata-mata menyaksikan Kesempurnaan Zat Tuhannya melalui Kehebatan, Kebesaran dan Kemuliaan Sifat-Sifat-Nya yang ditajalikan pada dirinya melalui segala khabar (informasi) yang sempurna bagi diri sehingga-hingga segala khabar itu terlihat nyata bagi diri.
Sekurang-kurangnya pada martabat ihsan (muslim) adalah keyakinannya yang jazam (putus) tiada syak, waham dan zon dengan ilmunya yang berdasar dalil dari Kitabullah dan Assunnah bahwa Tuhannya mengetahui apa-apa yang yang ada pada dirinya yakni ia yakin Allah Melihat segala perbuatannya, ia yakin Allah Mendengar segala perkataannya bahkan yang didalam hatinya. Inilah sekurang-kurangnya awal perjalanan menuntut jalan akhirat.
UNTUNG  RUGI
Diri yang merugi adalah diri yang terpedaya dengan segala perasaan, pendengaran dan penglihatannya, ia memandang nyata pada segala yang ada pada penyaksiannya, ia tiada merasakan Kebesaran Zat Yang Menjadikan segalanya itu, ia dusta ketika mengatakan  Allah adalah Tuhanku padahal ia mempertuhankan apa-apa yang ia saksikan. Ia ingkar janji kepada Allah, ia lupa pada janjinya untuk mengakui Allah sebagai Tuhannya ketika Tuhannya bertanya kepadanya Alastu bi Rabbikum ?, dan ia khianat ketika Allah memberinya amanah pendengaran, penglihatan dan hati untuk meng-Esa-kan Dia.
Maka segala perbuatannya adalah Maksiat walaupun ia mengerjakan shalat, puasa, zakat atau haji sekalipun, sebab ia termasuk golongan Munafiqun yang mengekalkan syirik yang tersembunyi. Ketahuilah, kebanyakan orang akhir zaman ini melakukan ibadah namun hatinya kosong, ibarat banyak membangun mesjid yang megah, namun isinya hanyalah kerangka kosong yang berlomba-lomba memperebutkan duniawi (Kemuliaan, kehormatan dihadapan makhluq dan kesenangan harta serta jaminan makanan yang berlimpah), Sungguh Allah mengampuni segala dosa manusia melainkan syirik. Diri yang beruntung adalah diri yang menyaksikan Kesempurnaan Tuhannya pada segala kejadian yang berlaku padanya, yakni segala perasaan, penglihatan, penciuman ataupun pendengarannya, ia tiada terpedaya dengan hasrat dan nafsu duniawi melainkan sekedar hajat. Ia menyerahkan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada Tuhannya, apabila ia melakukan ikhtiar semata-mata demi hajatnya untuk senantiasa mengakui Allah sebagai Tuhannya, ia redla kepada segala perbuatan Tuhan terhadap dirinya, ia akan merasa susah dan gelisah apabila Allah menggerakan dirinya pada maksiat yang zahir, maka ia bertobat setiap saat sebab mengetahui Allah pasti mentajalikan maksiat pada dirinya ketika ada keragu-raguan (syak) dalam dirinya kepada Allah dan Allah pasti akan mentajalikan dirinya kepada taat ketika ia jazam (yakin 100%) mengakui Allah sebagai Tuhannya.
ZAT DAN SIFAT
Ketahui olehmu pada bab Zat dan Sifat ini memerlukan kehati-hatian dalam memahamkannya, sebab bila direnung sekilas seolah mudah, namun kebanyakan diri sulit untuk memahami hal ini, terlebih bagi makhluq takabur dimuka bumi yang dihijab dari pengetahuan ini dengan sebab mereka meringan-ringankan hal yang sangat penting untuk difahami ini.
Pengertian zat adalah sesuatu yang ada (wujud), dan zat tiada memerlukan tempat berdiri.
Pengertian sifat adalah suatu keadaan, sifat memerlukan tempat berdiri, tempat berdiri sifat adalah zat.
Zat adalah wujud yang sebenarnya, sifat itu ibarat bayang-bayang zat, sifat adalah hal yang menjelaskan tentang keadaan zat.
Zat dan sifat tiada bersatu dan tiada bercerai, sifat mustahil ada apabila tiada zat, dan zat mustahil dikenal apabila tiada bersifat.
Maka ketahui olehmu, zat adalah sesuatu yang tiada dapat diperbincangkan ataupun dihuraikan, apabila ada perbincangan tentang zat itu, maka yang diperbincangkan itu bukanlah zat, melainkan sifat daripada zat itu. Sifat pada lafadz, zat pada makna,
Zat ada dua jenis:
  1. Zat Tuhan, wujudnya tidak disebabkan oleh sesuatu sebab, tiada berkehendak kepada tempat berdiri dan tiada berkehendak kepada yang menjadikan.
  2. Zat alam, wujudnya disebabkan oleh sebab dijadikan, tiada berkehendak kepada tempat berdiri tetapi berkehendak kepada Yang Menjadikan.
Sifat ada dua jenis:
  1. Sifat Tuhan, keadaannya tidak disebabkan oleh suatu sebab, berdiri pada Zat Tuhan, tiada berkehendak kepada yang menjadikan.
  2. Sifat alam, keadaannya disebabkan oleh sebab dijadikan, berdiri pada zat alam, berkehendak kepada Yang Menjadikan.
ZAT ALAM
Zat alam ada dua bahagi:
  1. Zat Ardli, Ada permulaan tiada kesudahan, sebab di kekalkan oleh Zat Yang Menjadikan. inilah sebenar-benar dirimu.
  2. Zat Mujazi, Ada permulaan dan ada kesudahan. inilah segala yang engkau saksikan di dunia, termasuk jasadmu.
Sifat alam ada empat perkara:
  1. berkehendak kepada tempat
  2. berjihat (Arah).
  3. bercerai atau bersusun-susun
  4. mempunyai arad (Warna, Bentuk, Rasa dan segala keadaan yang lainnya)
Zat alam adanya karena dijadikan oleh Zat Yang Qadim, ketika zat alam dijadikan maka dijadikanlah segala sifat alam ini dengan Kuasa dan Ketentuan-Nya, begitulah Perbuatan-Nya Yang Esa meliputi segala kejadian.
Zat alam itulah yang disebut dengan Rahasia Ketuhanan yang merupakan bayang-bayang Zat Yang Menjadikannya, istilah Rahasia Ketuhanan inilah disebut dengan Latiefat-Ar-Rabbaniyah.
Zat Yang Qadim Menjadikan waktu dan memperjalankan zat alam didalam waktu yang Dia ciptakan itu, maka berlazimlah urutan kejadian mulai dari awal tersusun hingga akhir kejadian yang dijelaskan pada bab yang sedang engkau baca ini hanyalah merupakan pendekatan faham belaka, sesungguhnya kejadian itu dari awal hingga akhirnya dijadikan sekaligus dijadikan oleh Zat Yang Qadim dengan Kalam-Nya, Kun!!! (Jadi!!) Fayaa-Kun (Maka Jadilah), Zat Yang Qadim tiada memerlukan pertolongan dari sesuatu apapun, sebab sebelum segala sesuatu itu dijadikan tiadalah sesuatu yang Wujud melainkan Dia. Baca QS: Al-Qamar-50
Awal kejadian zat alam ini dianugerahi sifat dapat mengetahui dan dapat membedakan antara zat dirinya dengan Zat Tuhannya, maka zat alam ini dinamakan Aqal, ia mengetahui sekedar yang dikhabarkan oleh Tuhannya, ketahui olehmu bahwasanya pada awal kejadian zat alam ini dianugerahi pengetahuan yang tiada terdinding oleh suatu apapun, penyaksiannya sangat jazam (Haqul Yaqien), sehingga ia tunduk dan taat kepada Tuhannya, sifat ini lazim disebut dengan sifat Malaikat.
Kemudian zat alam ini dianugerahi sifat berkehendak kepada mengingat dan mencatat sesuatu kejadian yang berlaku pada dirinya, maka dinamakanlah ia Qalbu (Hati), ketika itulah Allah menyeru kepadanya, Alastu bi Rabbikum?, lalu ia menjawab, Qaalu bala, Syahidna” sifat inilah yang lazim disebut dengan ihsan.
Kemudian Zat Yang Qadim menganugerahi jasad (tempat) dari saripati tanah yang merupakan kendaraan bagi zat alam untuk menunaikan janjinya dalam memuja dan mempertuhankan Zat Yang Qadim, lazim jasad ini dinamakan dengan alam dunia (zahir).
Ketika zat alam ditiupkan kedalam jasadnya maka hiduplah segala fungsi-fungsi yang ada pada jasadnya itu, sifat pada menghidupkan fungsi-fungsi pada sekalian badannya inilah yang lazim zat alam disebut dengan sebutan Ruh, maka terhijablah segala penyaksiannya yang Haqul yaqien itu, digantikan dengan penyaksian yang terbatas (terhad) pada sandaran wastah (alat) yang ada pada jasadnya semata, yakni hati, pendengar dan penglihat.
Wastah pada jasad ini berlazim dengan segala badan, dengan hati maka didunia ia dapat merasakan segala khabar dari Zat Yang Qadim, dengan penglihat dan pendengar maka didunia ia dapat menyaksikan segala khabar dari Zat Yang Qadim, perasaan dan penyaksian didunia yang berlazim dengan jasad inilah maka dinamakanlah zat alam ini Nafsu, saat inilah zat alam terhijab (terdinding oleh kehendak jasad) dari apa-apa yang sebelumnya ia ketahui dengan tiga hijab, yakni hijab pada Qada& Qadar, hijab pengenalan terhadap dirinya dan hijab pengenalan terhadap Tuhannya. Baca QS: Az-Zumar-6
Sebelum ditiupkan kedalam jasadnya zat alam ibarat batu yang putih bersih suci mulia, namun setelah ditiupkan kedalam jasad ia berubah menjadi batu hitam kelam dan kotor terselimuti oleh hijab yang ada pada jasadnya, maka lazim sebutan baginya itu Hazar azwaad.
Maka dimulailah perjalanan zat alam didalam dunia melalui jasadnya, sesungguhnya zat alam mempunyai amanah untuk membersihkan dan membawa jasadnya kehadapan Tuhannya dengan pengakuan yang sebenar-benar pengenalan sehingga seperti keadaan awal ia dijadikan, yakni kembali Haqul yaqien hingga benar-benar Tunduk dan Taat zahir dan bathin kepada Tuhannya. Baca QS: Al-ARaaf-29
Apabila zat alam tidak berhasil membawa jasadnya untuk kembali kepada pengenalan terhadap Tuhannya maka ia akan tertipu oleh nafsunya yang terhijab dari keadaan yang haq, dan ia akan menyangkal wujud Tuhannya, dan menyangkal dirinya dijadikan oleh Tuhannya, maka lazim sifat ini dinamakan Saithon, dan wujudnya disebut iblis. Baca QS: Shaad-74, QS: Al-ARaaf -179, QS: Al-Maaidah-13.
Ketahui olehmu zat alam hanyalah satu adanya, tidak berbilang-bilang, ia adalah khalifah bagi semesta alam dibumi, dan tiada disebut khalifah apabila ada lebih dari satu. Baca QS: An-Naml-62, QS: Al-Anaam-94.
Sesungguhnya Allah menjadikan alam bagimu supaya engkau mengenal akan Dia, bahkan Dia menjadikan syaithon bagimu dari jenis jin (Bathin) dan manusia (Zahir) sebagai ujian bagimu. Baca QS: Al-Anaam-112

catatan kecil Soal diri

LAA MAUJUD ILLALLAH "Tiada yang wujud kecuali Allah" LAA MAQSUD ILLALLAH "Tiada tujuan kecuali hanya ...