Intropeksi Diri
Ketahuilah, kami telah mengingatkan dan merindukan Anda. Kalau Anda berpaling dan perhatian, atau Anda sekadar memperhatikan melalui lapisan luar hati Anda.
Seperti perhatian Anda pada ucapan-ucapan resmi. Anda —jika demikian— pasti rugi dan telah menzalimi diri sendiri.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, sehingga mereka tidak memahaminya dan Kami letakkan pula sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka pada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Q.s. Al-Kahfi: 57).
Tetapi, jika Anda memperhatikan semua itu dengan penuh teliti dan hati cermat, penuh perhatian sehingga ia benar-benar menyaksikan. Singkirkanlah segala yang merintangi Anda dan upaya menempuh shiratal mustaqim. Dan rintangan itu tidak lain adalah cinta dunia dan kelalaian kepada Allah serta han akhirat. Maka, tekunilah dengan mengosongkan hati Anda setiap hari satu jam setiap usai melaksanakan salat subuh. Karena pada saat itu, hati terasa jernih. Renungkan keadaan Anda awal dan akhirnya, introspeksi, sembari mengatakan pada diri sendiri, “Aku tidak lebih dan seorang musafir dan pedagang. Keuntunganku adalab kebahagiaan abadi dan perjumpaan dengan Allah kelak di hari akhirat. Sebaliknya, kerugianku adalah kesengsaraan abadi dan terhalangnya diriku berjumpa dengan Allah Swt. Sementara, umurku adalah modal pokok. Dan setiap desah nafasku adalah rangkaian sebuah simpanan yang diperuntukkan mengejar keuntungan abadi itu, sekaligus merupakan inti mutiara. Sebab, perdagangan dengan-Nya labanya adalah kebahagiaan abadi. Tabungan mana yang lebih besar dan itu? Ini berarti bila umur telah habis, aktivitas perdagangan pun berakhir, dan yang tersisa hanyalah penyesalan yang sia-sia.
Hari ini adalah kehidupan baru. Allah telah memberi peluang kepadaku agar bisa berbakti sebaik mungkin kepada-Nya. Andaikan Allah mengambil nyawaku hari ini, tentu aku ingin dihidupkan kembali ke dunia agar bisa beramal lebih baik lagi. Karenanya, wahai diri seharusnya engkau introspeksi diri, bahwa jika mati, hidup di dunia itu hanya sekali. Maka berjuanglah pada kesempatan sekali hidup tersebut! Lihatlah dirimu, bila tidak menyia-nyiakan hari esok, engkau telah mendapatkan keuntungan hari ini dan engkau tidak menyesal!
Namun bila kesempatan itu engkau sia-siakan, maka engkau pun memulai han esok seperti itu, dan karenanya engkau jangan menipu din sendiri dengan berharap kemaafan. Itu hanyalah praduga, yang kadang-kadang salah, dan tidak memberi manfaat bagi penjelasan.
Lalu engkau terhembus, bahwa dosamu terampuni, bukankah engkau telah kehilangan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan membuat dirimu terhalang oleh penyesalan demi penyesalan?”
Bila Anda bertanya pada diri sendiri, “Apa yang harus kulakukan, bagaimana aku harus berjuang dalam ibadat?” Anda harus menjawab, “Tinggalkanlah hal-hal yang akan engkau tinggalkan karena kematian, Teguhkan dirimu secara total kepada Allah Swt. Carilah kesenangan melalui dzikir kepada-Nya!”
Dan jika diri Anda masih bertanya, “Bagaimana cara meninggalkan kehidupan dunia, padahal buhul-buhulnya telah melekat pada hatiku?” Jawablah, “Hadapilah dengan memutuskan buhul-buhul itu dan lubuk hatimu yang paling dalam, sebagaimana telah kami ajarkan dalam sepuluh prinsip yang membinasakan di atas. Engkau akan membuka bahwa ikatan-ikatan buhul pada umumnya berupa cinta harta, pangkat, keturunan, permusuhan, syahwat perut dan faji, tergolong membinasakan. Bila hal itu telah engkau dapati, cobalah pikirkan bahaya dan petakanya bagi dirimu, kemudian hindari segala yang terkait dengannya, dengan demikian niscaya engkau akan selamat dari jeratnya, dan Allah Swt. mengokohkan melalui pertolongan dan taufik-Nya.
Coba engkau bayangkan, kalau engkau orang yang sakit sepanjang hayat. Sementara seorang dokter yang terpercaya kejujuran dan ketelitiannya berkata kepadamu bahwa makanan yang lezat-lezat dan berlemak sangat berbahaya bagi kondisi kesehatanmu, dan obat yang buruk pun bermanfaat bagimu. Bukankah engkau sabar dalam menerima terapinya walaupun harus minum obat yang pahit, demi kesembuhan?
Bukankah engkau juga bisa bersabar menghadapi kesulitan dalam perjalanan panjang demi istirahat di suatu tempat. Sementara saat mi engkau musafir dan tempatmu adalah akhirat? Seorang musafir mana pun tidak bisa lepas dan kelelahan dan kesulitan. Istirahat berarti terputus dijalan, dan bisa binasa.”
Coba tanyakan kepada diri Anda sendiri, “Apa sebenarnya yang engkau cari dari kehidupan di dunia ini? Bila tumpukan harta engkau dapatkan, sedang di kalangan kaum Yahudi ada yang lebih kaya daripada dirimu.
Kalau engkau mencari tahta, dan ternyata engkau dapatkan, betapa jauh, sebab, orang-orang Turki yang keras dan orang Kurdi yang sombong, masih menguasai dirimu. Kedudukan mereka lebih tinggi dan kedudukanmu.
Bila engkau tidak menemukan bencana dunia dan pedihnya siksa akhirat, apakah engkau tidak melihat kehinaan pembela-pembelanya? Bukankah engkau tahu, bila dirimu berpaling dan dunia dan mengha dap akhirat, engkau adalah tokoh zaman yang hebat, yang tidak pernah terlintas dal4m guratan pandanganmu? Bila engkau masih mengejar dunia, orang Yahudi dan orang-orang arogan telah lebih dulu kayaraya. Sungguh, dunia brengsek telah mendahuluimu! Renungkanlah, wahai jiwaku, lihatlah dirimu itu, sebab tiada yang memandangmu selain dirimu sendiri!”
Begitulah, Anda harus selalu introspeksi diri, sehingga berada dalam kepatuhan menempuh jalan lurus kepada Allah Swt. Introspeksi itu sangat penting bagi Anda —bila Anda orang berakal— dibanding sekadar berefleksi dalam diskusi soal Mazhab Hanafi, Syafi’i, Mu’tazilah dan mazhab lainnya. Mengapa Anda memperdebatkan pandangan mereka, sedang kesalahannya pun tidak akan membahayakan diri Anda, begitu pula kesalahan orang lain. Mereka pun tidak akan menerima Anda, sebaliknya kebenaran mereka belum tentu Anda terima, walaupun kebenaran itu lebih jelas dibanding cahaya matahari.
Sementara Anda lebih membiarkan musuh utama Anda yang ada di antara lambung (batin), Anda tidak menentang dan tidak pernah mengoreksi. Bahkan Anda memberi pertolongan pada upaya syahwat batin yang batil, lalu merekayasa secara jeli, agar bisa menunaikan syahwat itu. Bukankah itu merupakan pandangan yang terbalik? Apakah Anda tidak pernah melihat seseorang, yang di bawah bajunya ada sejumlah ular, dan kalajengking yang siap membinasakan, lantas ia masih mengambil kipas untuk mengusir lalat di muka orang lain? Tidakkah orang tersebut berhak mendapat penyesalan?
Itulah keadaan Anda, ketika sibuk mcmperdebatkan dan mengoreksi orang lain. Sementara Anda berpaling dan introspeksi diri. Sikap Anda ini akan terkuak, ketika rahasia tersingkap kelak, seperti yang pernah saya ingatkan kepada Anda, tentang bagaimana rahasia-rahasia amal dan ruh-ruhnya tersingkap kelak di akhirat.
Sepanjang Anda tidak introspeksi diri, Anda tidak berpcluang munajat kepada Allah, dzikir dan menghadap..Nya. Jalan Anda bersama nafsu —yang ternyata kontra dengan Anda— hendaknya Anda waspada akibatnya, dengan melakukan tindak pencegahan. Anda pun tahu, nafsu itu seperti anjing, tidak bisa dididik kecuali dengan mengendalikan. Bila Anda ingin mempelajari bagaimana menganalisa, meneliti, mengevaluasi dan mengambil prevensinya, Anda bisa mencari pada Bab “Al-Muhasabah wal Muraqabah” dalam Al-Ihya’. Buku ini tidak akan memuat uraiannya. Hanya kepada Allah-lah kita mohon pertolongan, keutamaan, kedermawanan dan kemurahanNya.
(sumber Sufinews.com)