Terbukanya hijab (sekat pembatas) antara kita dengan Allah adalah sumber ketenangan dan kebahagiaan hidup. Ketika hijab telah terbuka, semua yang kita alami hanyalah nikmat belaka. Betapa tidak, dalam setiap kondisi, kita akan merasakan kehadiran Allah Azza wa Jalla. Lebih jauh lagi, kita akan “melihat” Allah dalam setiap kejadian. Inilah keindahan tak bertepi.
Pantas bila Rasulullah SAW mengungkapkan keheranannya terhadap orang-orang Mukmin, orang yang telah terbuka hijabnya. Sebab semua yang dialaminya selalu berbuah kebaikan. Diberi kenikmatan ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Demikian pula ketika ia diberi ujian, ia bersabar, dan sabar adalah kebaikan baginya. Dengan sabar ia pun bisa lebih dekat lagi dengan Allah.
Orang yang telah makrifat dan terbuka hijabnya, hatinya dipenuhi keyakinan bahwa Allah akan selalu menolong. Lihatlah bagaimana ketika Da’tsur menodongkan pedang ke leher Rasulullah SAW. Wahai Muhammad, siapakah yang akan menolongmu sekarang? Dengan sangat yakin beliau menjawab, Allah! Seketika itu pula Da’tsur bergetar. Pedangnya langsung terjatuh. Rasulullah, dengan izin Allah, mampu melakukan hal tersebut, karena beliau tidak ada lagi hijab dengan Allah. Keyakinannya mendatangkan pertolongan Allah. Kata-katanya powerfull dan sangat berbobot.
Ciri khas orang yang telah makrifat adalah lebih fokus pada dalang dari pada wayang. Hatinya akan lebih tertambat pada Allah dari pada kepada makhluk. Boleh jadi penglihatannya sama dengan orang lain. Namun ada nilai plus dari penglihatannya tersebut. Melihat uang misalnya. Orang yang hatinya terhijab dari Allah, melihat uang hanya dari bendanya saja, bahkan bagaimana dengan uang tersebut syahwatnya terpuaskan. Tidak demikian dengan orang yang ma’rifat, hadirnya uang identik dengan hadir syukur. Hadirnya uang identik dengan keinginan menggebu untuk semakin dekat dengan Allah. Tak heran, dengan ma’rifat, puncak-puncak kemuliaan akhlak akan menjadi bagian dari diri.
Orang-orang makrifat itu jumlahnya sangat sedikit. Mereka bisa datang dari kalangan mana saja, tidak harus dari kalangan ulama. Bisa seorang tukang sapu, pegawai rendahan, pedagang, pejabat, dsb. Cirinya sangat kentara, mereka sangat Allah oriented. Akibatnya, hidup mereka sangat terjaga. Dipuji dicaci, punya uang tidak punya uang sama saja bagi mereka. Ia tidak mempersoalkan kaya atau miskin, cantik atau tidak, sebab ia yakin bahwa semua ada dalam kekuasaan Allah. Semua mengandung kebaikan yang akan mendekatkannya kepada Allah. Alangkah indahnya bila kita termasuk salah seorang dari mereka!
Bila terbukanya hijab menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan hidup, maka sebaliknya, tertutupnya hijab dan butanya hati dari mengenal Allah menjadi sumber kesengsaraan dan nestafa dalam hidup.
Saudaraku, kecemasan, kedongkolan, amarah, stres, depresi serta ketidaktenangan akan lahir bila kita lebih fokus pada makhluk dibanding kepada Allah Al Khalik. Ibnu Atha’ilah mengungkapkan, Sesungguhnya yang menyebabkan kerisauan hati dari segala sesuatu itu, disebabkan karena mereka masih terhijab (tidak melihat Allah dalam apa yang mereka lihat), tetapi andaikan mereka telah melihat Allah dalam tiap sesuatu, pastilah hatinya tidak lagi merasa risau.
Bagaimana agar kita bisa makrifat? Bagaimana kita bisa menyingkap hijab diri? Tiap orang memiliki hijab berbeda-beda. Ada yang terhijab karena harta. Cirinya ia sangat takut kehilangan harta, hati dan pikirannya hanya disibukkan harta. Latihan menyingkapnya adalah dengan banyak memberi, usahakan memberi apa yang disenangi.
Ada pula yang terhijab oleh kedudukan. Cirinya bangga terhadap kedudukan yang disandang dan sangat takut kehilangan. Maka cara membukanya adalah menanamkan keyakinan bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Imam Al Ghazali mencontohkan. Saat sedang berada di puncak karier, tidak segan-segan ia mengambil sampah, membawakan barang-barang di pasar, dan sebagainya. Sesuatu yang dianggap orang pekerjaan hina.
Ada pula yang hijabnya kecintaan yang berlebihan terhadap pasangan hidup, anak, keluarga, ilmu, atau pun lawan jenis yang belum halal. Bahkan ada pula yang hijabnya berlapis-lapis. Bila demikian, maka usaha untuk membuka hijabnya harus luar biasa beratnya. Intinya, hijab dunia latihannya dengan zuhud, ibadah dan doa. Berlatihlah untuk banyak mengingat Allah, di mana pun dan kapan pun. Pahami keutamaannya. Melihat apa pun kaitkanlah selalu dengan Allah, jangan hanya kepada makhluk. Wallaahu a’lam